Pada artikel sebelumnya yang membahas Tedong Garonto’ Eanan bahwa nilai kerbau penuka’ memiliki nilai yang berbeda-beda dengan syarat kerbau pada umunya.Masyarakat Toraja membagi kerbau menurut warna bulunya yang disesuaikan dengan tingkatan kerbau masing antara lain :
- Tedong bonga saleko,yaitu kerbau yang berwarna belang putih hitam di seluruh tubuhnya dan memiliki nilai yang tertinggi atau kerbau kelas atas (Kelas I).
- Tedong pudu’,yaitu kerbau hitam pekat yang sering disebut tedong pesuru’aluk ,karena kerbau pudu’ saja yang dapat dipergunakan untuk upacara merok dan ma’bua’,tetapi untuk upacara rambu solo’ kerbau jenis ini termasuk kerbau kelas II setelah tedong bonga saleko.
- Tedong Bonga ulu,yaitu kerbau yang hanya dikepalanya yang berwarna putih atau belang,kerbau jenis ini termasuk jenis kerbau tingkat III (kelas III).
- Tedong bonga sori,yaitu kerbau yang hanya berwarna putih belang pada bagian mukanya saja dan termasuk tingkat kerbau IV.
- Tedong Todi’,yaitu kerbau yang hanya berbintik putih pada dahinya,dan kerbau ini termasuk kelas V.
- Tedong Sambao’,yaitu kerbau yang bulunya pada seluruh tubuhnya kemerah-merahan,keptih-putian,kehitam-hitaman,dan kerbau ini termasuk kerbau tingkat VI.
- Tedong Bulan,yaitu kerbau yang berbulu putih seluruh tubuhnya dan termasuk kerbau tingkat (VII),kerbau ini diharamkan dikurbankan untuk upacara apapun di Tana Toraja.
Yang menentukan nilai tukaran dari kerbau penuka’ dilakukan oleh satu team penilai kerbau penuka’ yang disebut Pa’ Tassere’ Tedong.
Pada setiap upacara pemakaman dimana kerbau penuka’ sudah dinilai oleh team penilai,kemudian diberikan kepada ketua adat atau tamu kehormatan untuk menerima penghargaan dari kelurga yang mengadakan upacara pemakaman untuk melakukan ucara adat yang disebut Mangrok tedong(mangrok = menombak,tedong = kerbau) artinya orang yang melakukan mangrok tadi akan mengambil bagian yang merupakan bagiannya dari kerbau tersebut sbagai penghargaan atau sebagai utang yang menyangkut prestise dan strata kelurganya.
Kepala kerbau tersebut jika menjadi utang akan dikembalikan pada suatu waktu ketika orang tersebut (orang yang menerima mangrok tedong) menghadapi atau melaksanakan upacara semacam ini, jika hanya sebagai penghargaan kepada tamu agung/terhormat maka hal tersebut tidak dibayar atau dikembalikan.
Setelah upcara mangrok tedong,maka kesempatan kepada ahli pemancung kepala kerbau yang disebut Pa’ Tinggoro Tedong melakukan pemotongan massal dari semua kerbau yang sudah ditentukan untuk dikurbankan,dengan hanya memegang tali kerbau kemudian menebas leher kerbau tanpa mengikat kaki-kaki kerbau tersebut terlebih dahulu.
Kerbau yang sudah di tinggoro tadi dibagi-bagikan oleh petugas pembagi daging yang disebut To Parengge’ yang menjadi pemangku adat dalam daerah tempat melakukan upacara tersebut.Pembagian daging tersebut dilakukan secara bertingkat menurut kedudukan dan tingkatan dalam masyarakat atau sesuai fungsi dan peranan dalam masyarakat.
Pembagian daging menurut adat Toraja ini merupakan suatu puncak dan manifestasi dari kedudukan sosial dari seseorang secara pribadi dan kelurganya.
Toraja:
Tinggoro:
Tedong:
Tedong 2:
Silahkan memberi komentar kritik dan saran anda di bawah...! demi menghindari kesalah Fahaman budaya Toraja.
Sumber:Toraja dan kebudayaanya oleh L.T Tangdilintin (1978).
Labels:
Budaya